Ilmu
Nahwu sudah ada sejak adanya bahasa arab itu sendiri, akan tetapi belum ada
yang menyusunnya dan membukukanya serta membuat istilah-istilah didalam ilmu
nahwu itu sendiri, sebagaimana ilmu fiqih yang telah ada dizaman Rasulullah SAW
namun belum dibukukan dan disusun seperti yang kita lihat sekarang ini.
Ada
beberapa macam kisah dan ini menjadi ikhtilaf dikalangan ulama tentang siapakah
yang pertama kali memerintahkan dan menyusun ilmu nahwu ini sehingga menjadi
ilmu nahwu seperti yang kita kenal sekarang ini. Ada yang mengatakan bahwa yang
pertama kali memerintahkan adalah Umar bin khattab, ada yang mengatakan Ali bin
Abi Thalib dll sebagainya. Yang jelas munculnya ilmu nahwu itu diawal mula islam.
Kemunculan
ilmu nahwu ini sebagaimana yang dikisahkan oleh ulama dibeberapa kitab-kitab
mereka, menyebutkan bahwa penyebab penyusunan dan pembukuan ilmu nahwu ini
karena satu kejadian yang terjadi dizaman Ali bin Abi Thalib dan Abu Aswad
ad-Duali, Abu aswad mengkisahkan kejadian yang terjadi antara dirinya dan
putrinya ketika keduanya sedang berjalan-jalan sambil bercakap-cakap. sang anak
mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya
bintang-bintang. Kemudian ia berkata, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit
dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia
berkata, (مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ)
“Apakah yang paling indah di langit?” Dengan mengkasrah hamzah, yang
menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan, (نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ)
“Bintang-bintangnya Wahai anakku”. Namun sang anak menyanggah dengan
mengatakan, (اِنَّمَا اَرَدْتُ
التَّعَجُّبَ) “Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”. Maka
sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah, (مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ)
“Betapa indahnya langit.” Bukan, (مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ) “Apakah yang
paling indah di langit?” Dengan memfathahkan hamzahnya…"
Dalam
riwayat lain dikatakan bahwa suatu ketika Abul Aswad mendengar seorang membaca
ayat al-Qur'an: "Inna AIlaaha bariiun minal mu'miniina warasuulihi"
dengan mengkasrah lam dari kata rasuulihi, padahal seharusnya didlammah. Atas
kejadian itu dia kemudian meminta izin kepada Ziyad bin Abieh, Gubernur
Bashrah, untuk menulis buku tentang dasar-dasar kaidah bahasa Arab. Ibnu Salam
dalam kitabnya Thabaqaatu Fuhuulisy Syu'araa mengatakan "Bahwa Abul Aswad
adalah orang pertama yang meletakkan dasar ilmu bahasa Arab. Hal itu
dilakukannya ketika ia melihat lahn mulai mewabah di kalangan orang arab. Dia
menulis antara lain bab fa'il, maf'ul, harf jar, rafa', nashab, dan jazm."
Berbagai riwayat dengan berbagai sumber banyak sekali disebutkan oleh para ahli
dalam rangka men-dukung Abul Aswad seagai tokoh peletak dasar Ilmu Nahwu.
Mengenai
tokoh yang dapat disebut sebagai peletak pertama Ilmu Nahwu, ada perbedaan
dikalangan para ahli nahwu. Sebagian mengatakan, peletak dasar Ilmu Nahwu
adalah Abul Aswad ad-Du'ali. Sebagian
yang lain mengatakan, Nashr bin 'Ashim. Ada juga yang mengatakan, Abdurrahman
bin Hurmus. Namun, dari perbedaan-perbedaan itu pendapat yang paling populer
dan diakui oleh mayoritas ahli sejarah adalah Abul Aswad. Pendukung pendapat
ini dari golongan ahli sejarah terdahulu antara lain Ibnu Qutaibah (wafat 272
H), al-Mubarrad (wafat 285 H), as-Sairafi (wafat 368 H), ar-Raghib
al-Ashfahaniy (502 H), dan as-Suyuthi (wafat 911 H), sedangkan dari golongan
ahli nahwu kontemporer antara lain Kamal Ibrahim, Musthofa as-Saqa, dan Ali
an-Najdiy Nashif. Penokohan Abul Aswad ini didasarkan atas jasa-jasanya yang
fundamental dalam membidani lahirnya Ilmu Nahwu.
image : http://www.gemaislam.info
keren artikelnya..
ReplyDeletesangat bermanfaat..