5 Adab didalam menyalahkan

image : cliparts.co


            Pada tulisan sebelumnya, al-Faqir menguraikan tentang orang yang belajarnya salah kemudian ia menjadi orang banyak menyalahkan. Menyalahkan orang bukanlah hal yang tercela, jika memang didasari dengan ilmu dan akhlaq. Maka yang akan dibahas pada bagian ini adalah bagaimana cara kita menyalahkan orang ketika kita melihat orang lain melakukan perbuatan yang kita anggap salah.

Langkah-langkahnya,

1.         Telisik lebih dahulu apakah yang dikerjakan orang itu memang benar-benar salah, atau memang ia mempunyai ilmu yang lain yang belum kita ketahui sehingga ia menjadi benar. Karena banyak orang yang tergesa-gesa menyalahkan orang yang benar.

                        Ketika kita melihat ada kawan kita yang minum sambil berdiri, lalu kita katakan padanya, “ Hei minum jangan berdiri dong !”. jika kita berbicara seperti itu kepada orang yang sederajat dengan kita saya katakan sah-sah saja, akan tetapi amat tidak beradab apabila kita mengatakannya kepada orang yang lebih tua terlebih guru.

                        Padahal jika ia tidak terburu-buru dan mau menelisik secara mendalam tentang hukum minum berdiri, ia akan mengetahui bahwa minum berdiri pun dilakukan oleh Rasulullah SAW.

وعن ابن عباس رضي الله عنهما ، قَالَ: سَقَيْتُ النَّبيَّ مِنْ زَمْزَمَ ، فَشَربَ وَهُوَ قَائِمٌ. متفق عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas ra. berkata, "Aku memberi minum nabi SAW air zam-zam, maka beliau meminumnya sambi berdiri. (HR Bukhari dan Muslim)

          وعن النَّزَّالِ بن سَبْرَةَ ، قَالَ: أَتَى عَلِيٌّ بَابَ الرَّحْبَةِ ، فَشَربَ قائِماً ، وقال: إنِّي رَأَيْتُ رسولَ الله فَعَلَ كما رَأَيْتُمُوني فَعَلْتُ رواه البخاري

An-Nazzal bin Sabrah ra. berkata, "Ali ra datang ke pintu Rahbah dan beliau minum sambil berdiri. Beliau berkata, "Sungguh aku melihat Rasulullah SAW minum sebagaimana kalian melihat aku minum." (HR. Bukhari)

2.         Jika ketika kita menyalahkan, lalu orang tersebut memberikan dalil baik aqli maupun naqli, hendaknya kita menerimanya dan menolelirnya selagi orang itu mempunyai dalil.

                        Sebagaimana yang terjadi di zaman Umar bin Khattab Ra, diceritakan didalam Tanbih al-Mughtarrin as-Sya’rani, “suatu ketika Umar Ra menyuruh masyarakatnya untuk mencopot pakaian yang mereka pakai, saat ada kabar yang sampai kepadanya bahwa pakaian mereka dicelup dalam air kencing kelinci. Maka seseorang berkata kepada Umar, “sungguh, Rasulullah SAW pernah mengenakan salah satu pakaian ini, demikian juga orang orang pada masa beliau”. mendengar ucapan tersebut ‘Umar pun memohon ampun kepada Allah SWT dan mengurungkan niatnya.

                        Juga dikabarkan bahwa al-Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad, Anaknya Husein bin Ali bin Abi thalib Ra, berkata kepada putranya, “ tolong ambilkan baju bagiku yang biasa kukenakan ketika buang hajat dan kulepas ketika hendak shalat, sebab aku melihat ada lalat higgap di bajuku setelah hinggap pada najis” putranya berkata, “sungguh, Rasulullah SAW hanya memiliki satu baju yang beliau pakai ketika shalat dan juga saat berada diwc”. Setelah mendengar ucapan itu, ia mengurungkan niatnya.

                        Luar biasa akhlaq para pendahulu kita, mereka meninggalkan perdebatan demi ada kedamaian Padahal mereka tahu ilmunya. Adapun jika debat diperlukan, berdebatlah dengan cara yang baik.

3.         tidak boleh kekeh (teka’) apabila orang yang kita salah menyertakan dalilnya, jika dalilnya itu masih dipandang benar menurut pendapat ulama.

                        Seperti orang yang anti akan orang yang tidak qunut, mereka mengecap bodoh orang yang tidak melakukan qunut subuh, hal ini amatlah tercela. Karena diantara imam madzhab yang 4 terdapat imam-imam yang tidak melakukan qunut, jika kita menganggap orang yang tidak qunut itu orang bodoh, maka imam madzhab yang 4 termasuk bodoh ?
           
                        Intinya jangan meributkan atau menyalahkan hal yang memang diperselisihkan oleh ulama, silahkan pegang salah satunya dan toleransi kepada pendapat yang lain.

                        Artinya, kita tidak diperbolehkan mendebatkan masalah yang memang ulama saja berselisih, sebagai rujukan silahkan baca kitab al-Ijma’ ibn Mundzir semoga kita mengetahui pada hal apa saja ulama sepakat.

4.         Jika memang yang dikerjakan orang yang kita anggap salah itu benar-benar salah, seperti menyalahi ijma ulama misalnya ia menganggap bahwa shalat dzhuhur itu 2 rakaat padahal 4 rakaat itu ijma (kesepakatan ulama) maka salahkanlah dengan cara terbaik agar dapat diterima.

                        Mengapa dengan cara terbaik ? didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik (an-Nahl 125)


5.         Jika kita telah menegurnya dengan cara terbaik yang kita mampu, dan kita telah menasehatinya dengan sebaik-baik nasehat, maka carilah orang yang dapat menasehatinya. Misalnya, orang tuanya, orang yang dipandang besar dimatanya, atau orang-orang terdekatnya. Jika tidak mampu juga, maka doakanlah didalam hati kita semoga ia diberi taufiq dan hidayah. Wallahua’lam 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "5 Adab didalam menyalahkan"

Post a Comment