image : cliparts.co |
Pada
tulisan sebelumnya, al-Faqir menguraikan tentang orang yang belajarnya salah
kemudian ia menjadi orang banyak menyalahkan. Menyalahkan orang bukanlah hal
yang tercela, jika memang didasari dengan ilmu dan akhlaq. Maka yang akan
dibahas pada bagian ini adalah bagaimana cara kita menyalahkan orang ketika
kita melihat orang lain melakukan perbuatan yang kita anggap salah.
Langkah-langkahnya,
1. Telisik
lebih dahulu apakah yang dikerjakan orang itu memang benar-benar salah, atau
memang ia mempunyai ilmu yang lain yang belum kita ketahui sehingga ia menjadi
benar. Karena banyak orang yang tergesa-gesa menyalahkan orang yang benar.
Ketika
kita melihat ada kawan kita yang minum sambil berdiri, lalu kita katakan
padanya, “ Hei minum jangan berdiri dong !”. jika kita berbicara seperti itu
kepada orang yang sederajat dengan kita saya katakan sah-sah saja, akan tetapi
amat tidak beradab apabila kita mengatakannya kepada orang yang lebih tua
terlebih guru.
Padahal
jika ia tidak terburu-buru dan mau menelisik secara mendalam tentang hukum
minum berdiri, ia akan mengetahui bahwa minum berdiri pun dilakukan oleh Rasulullah
SAW.
وعن ابن عباس رضي الله عنهما ،
قَالَ: سَقَيْتُ النَّبيَّ مِنْ زَمْزَمَ ، فَشَربَ وَهُوَ قَائِمٌ. متفق عَلَيْهِ
Dari
Ibnu Abbas ra. berkata, "Aku memberi minum nabi SAW air zam-zam, maka
beliau meminumnya sambi berdiri. (HR Bukhari dan Muslim)
وعن النَّزَّالِ بن سَبْرَةَ ، قَالَ: أَتَى عَلِيٌّ بَابَ
الرَّحْبَةِ ، فَشَربَ قائِماً ، وقال: إنِّي رَأَيْتُ رسولَ الله فَعَلَ كما
رَأَيْتُمُوني فَعَلْتُ رواه البخاري
An-Nazzal
bin Sabrah ra. berkata, "Ali ra datang ke pintu Rahbah dan beliau minum
sambil berdiri. Beliau berkata, "Sungguh aku melihat Rasulullah SAW minum
sebagaimana kalian melihat aku minum." (HR. Bukhari)
2. Jika
ketika kita menyalahkan, lalu orang tersebut memberikan dalil baik aqli maupun
naqli, hendaknya kita menerimanya dan menolelirnya selagi orang itu mempunyai
dalil.
Sebagaimana
yang terjadi di zaman Umar bin Khattab Ra, diceritakan didalam Tanbih
al-Mughtarrin as-Sya’rani, “suatu ketika Umar Ra menyuruh masyarakatnya untuk
mencopot pakaian yang mereka pakai, saat ada kabar yang sampai kepadanya bahwa
pakaian mereka dicelup dalam air kencing kelinci. Maka seseorang berkata kepada
Umar, “sungguh, Rasulullah SAW pernah mengenakan salah satu pakaian ini,
demikian juga orang orang pada masa beliau”. mendengar ucapan tersebut ‘Umar
pun memohon ampun kepada Allah SWT dan mengurungkan niatnya.
Juga
dikabarkan bahwa al-Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad, Anaknya Husein bin Ali
bin Abi thalib Ra, berkata kepada putranya, “ tolong ambilkan baju bagiku yang
biasa kukenakan ketika buang hajat dan kulepas ketika hendak shalat, sebab aku
melihat ada lalat higgap di bajuku setelah hinggap pada najis” putranya
berkata, “sungguh, Rasulullah SAW hanya memiliki satu baju yang beliau pakai
ketika shalat dan juga saat berada diwc”. Setelah mendengar ucapan itu, ia
mengurungkan niatnya.
Luar
biasa akhlaq para pendahulu kita, mereka meninggalkan perdebatan demi ada
kedamaian Padahal mereka tahu ilmunya. Adapun jika debat diperlukan,
berdebatlah dengan cara yang baik.
3. tidak
boleh kekeh (teka’) apabila orang yang kita salah menyertakan dalilnya, jika
dalilnya itu masih dipandang benar menurut pendapat ulama.
Seperti
orang yang anti akan orang yang tidak qunut, mereka mengecap bodoh orang yang
tidak melakukan qunut subuh, hal ini amatlah tercela. Karena diantara imam
madzhab yang 4 terdapat imam-imam yang tidak melakukan qunut, jika kita
menganggap orang yang tidak qunut itu orang bodoh, maka imam madzhab yang 4
termasuk bodoh ?
Intinya
jangan meributkan atau menyalahkan hal yang memang diperselisihkan oleh ulama, silahkan
pegang salah satunya dan toleransi kepada pendapat yang lain.
Artinya,
kita tidak diperbolehkan mendebatkan masalah yang memang ulama saja berselisih,
sebagai rujukan silahkan baca kitab al-Ijma’ ibn Mundzir semoga kita mengetahui
pada hal apa saja ulama sepakat.
4. Jika
memang yang dikerjakan orang yang kita anggap salah itu benar-benar salah, seperti
menyalahi ijma ulama misalnya ia menganggap bahwa shalat dzhuhur itu 2 rakaat
padahal 4 rakaat itu ijma (kesepakatan ulama) maka salahkanlah dengan cara
terbaik agar dapat diterima.
Mengapa
dengan cara terbaik ? didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara
yang baik (an-Nahl 125)
5. Jika
kita telah menegurnya dengan cara terbaik yang kita mampu, dan kita telah menasehatinya
dengan sebaik-baik nasehat, maka carilah orang yang dapat menasehatinya. Misalnya,
orang tuanya, orang yang dipandang besar dimatanya, atau orang-orang
terdekatnya. Jika tidak mampu juga, maka doakanlah didalam hati kita semoga ia
diberi taufiq dan hidayah. Wallahua’lam
0 Response to "5 Adab didalam menyalahkan"
Post a Comment