apakah Mencium tangan ulama itu menyembah?

image : megahasz.blogspot.com

           Pernah al-Faqir bertemu dengan seseorang pemuda di depan mushola selepas rapi mengaji dengan guru al-Faqir. Lalu kemudian pemuda tersebut berpapasan dengan guru al-Faqir dan ia pun menyalami atau bersalaman dengan guru al-Faqir, akan tetapi yang agak tidak meng-enakkan hati adalah cara bersalamannya itu. Terlihat seolah guru al-Faqir itu seperti kawannya saja. Mungkin ini hanya perasaan al-Faqir saja.

            Kemudian keesokkan malamnya al-Faqir bertanya kepada pemuda itu, “ Ya Fulan mengapa engkau tidak mencium tangan guru itu bukankah jika guru itu bukan gurumu, ia kan juga orang tua yang mesti dihormati, orang yang jauh lebih tua darimu, bukankah menghormati orang yang lebih tua juga diajarkan oleh Rasulullah ?”, kemudian pemuda itu berkata, “ Mencium tangan itu sama saja menyembah !”.

            Setelah kejadian itu, al-Faqir pulang kerumah mencari kitab-kitab yang membahas tentang masalah mencium tangan. Apakah ia termasuk perkara bid’ah yang diharamkan ataukah memang ia termasuk perkara yang sunnah ?

            Setelah beberapa buku al-faqir buka, al-faqir menemukan didalam kitab Adab al-Mufrad yang dikarang oleh Amiir al-Mukminin fi al-Hadits Imam al-Bukhari.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كُنَّا فِي غَزْوَةٍ ، فَحَاصَ النَّاسُ حَيْصَةً ، قُلْنَا : كَيْفَ نَلْقَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَقَدْ فَرَرْنَا ؟ فَنَزَلَتْ : {إِلاَّ مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ} ، فَقُلْنَا : لاَ نَقْدِمُ الْمَدِينَةَ ، فَلاَ يَرَانَا أَحَدٌ ، فَقُلْنَا : لَوْ قَدِمْنَا ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ ، قُلْنَا : نَحْنُ الْفَرَّارُونَ ، قَالَ : أَنْتُمُ الْعَكَّارُونَ ، فَقَبَّلْنَا يَدَهُ ، قَالَ : أَنَا فِئَتُكُمْ.
Telah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar ia berkata, “ dahulu kami pernah berada pada suatu perang, kemudian pasukan terpecah, kami katakan, “ bagaimana kami dapat menemui Rasulullah SAW sedangkan kita lari dari perang?” maka turunlah firman Allah SWT “kecuali orang-orang yang lari (karena siasat)  dalam peperangan”. Maka kami berkata, “ kita tidak akan pulang kemadinah sekarang, (jika kita kesana sekarang) tidak ada orang yang memperdulikan kita…… kemudian Nabi SAW keluar selepas shalat subuh, kami berkata, “ Kamilah orang-orang yang lari” Rasulullah SAW bersabda, “ (tidak) kalianlah orang yang berperang” kemudian kami mencium tangannya “. Rasulullah SAW bersabda, “ Aku pun kelompok kalian”.

Alhamdulillah, ternyata apa yang diajarkan oleh para guru-guru ternyata mempunyai landasan dan bukan perkara bid’ah, walaupun ada ulama yang walaupun ada ulama yang mengatakan bahwa hadits ini tergolong hadits dhaif, namun kita semua telah mengetahui hukum mengamalkan hadits dhaif itu diperbolehkan sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam an-Nawawi dalam al-Adzkarnya. Dan banyak juga yang mengatakan bahwa hadits ini hadits hasan, buka saja tuhfah al-Ahwadzi syarah Turmuzi.

Bahkan hadits-hadits ini banyak disebutkan dibeberapa kitab-kitab hadits dan syarahnya, seperti fathul baari syarah shahih bukhari, baihaqi dll. Sebenarnya masih banyak sekali hadits­-hadits yang hendak al-Faqir tulis namun khawatir terlalu panjang maka cukuplah hadits diatas menjadi dalil bolehnya mencium tangan.

Ketika al-Faqir paparkan kepada pemuda tadi, ia malah menjawab kembali, “ aah, itukan cium tangan khusus untuk Nabi, kalau kepada Nabi Mah saya juga menyatakan boleh, sekarangkan masalahnya yang kita cium bukan tangan Nabi”. Astaghfirullah, memang agak merepotkan jika berhadapan dengan orang yang tidak mengerti ushul fiqih, kemudian al-Faqir kembali membuka-buka buku semoga mendapatkan jawaban. Alhamdulillah ternyata para sahabat pernah dicium tangannya,

عَنِ ابْنِ جَدْعَانْ, قالَ لاَنَسْ : اَمَسَسْتَ النَّبِيَّ بِيَدِكَ قالَ :نَعَمْ, فقبَلهَا
dari Ibnu Jad’an ia berkata kepada Anas bin Malik, apakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini ?. Sahabat Anas berkata : ya, lalu Ibnu Jad’an mencium tangan Anas tersebut. (HR. Bukhari dan Ahmad)

عَنْ اَبيْ مَالِكْ الاشجَعِيْ قالَ: قلْتَ لاِبْنِ اَبِيْ اَوْفى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : نَاوِلْنِي يَدَكَ التِي بَايَعْتَ بِهَا رَسُوْلَ الله صَلى الله عَليْه وَسَلمْ، فنَاوَلَنِيْهَا، فقبَلتُهَا.
Dari Abi Malik al-Asyja’i berkata : saya berkata kepada Ibnu Abi Aufa r.a. “ulurkan tanganmu yang pernah engkau membai’at Rasul dengannya, maka ia mengulurkannya dan aku kemudian menciumnya.(HR. Ibnu al-Muqarri).

            Setelah al-Faqir paparkan kembali dalil-dalil diatas kepada pemuda itu, barulah ia terdiam. Wallahua’lam, apakah ia menerima ataukah ia menolak yang penting al-Faqir telah menemukan dalil mengapa prilaku mencium tangan ini masih terjaga dikalangan ulama, karena hal ini merupakan sunnah.

            Imam Nawawi berkata: “Mencium tangan seorang laki-laki dikarenakan kezuhudan, keshalihan, ilmu yang dimiliki, kemuliaannya, penjagaannya, atau yang lainnya dari perkara-perkara agama tidaklah dibenci, bahkan disukai. Namun apabila hal itu dilakukan karena faktor kekayaan, kekuasaan, atau kedudukannya di mata orang-orang, maka hal itu sangat dibenci. Dan berkata Abu Sa’iid Al-Mutawalliy : “Tidak diperbolehkan”

Bahkan Imam Nawawi membuat satu bab khusus dalam kitabnya Riyadhu as Sholihin: Bab disunnahkannya mushofahah/berjabat tangan ketika bertemu, wajah yang riang dan mencium tangan orang yang shalih”.


Al Hafidz Ibnu Hajar telah menjelaskan secara terperinci beserta dalil-dalilnya tentang kebolehan mencium tangan orang lain karena agamanya. Sebagaimana diterangkan dalam kitab beliau Fathul Bariy dan Talkhis al Habir[.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "apakah Mencium tangan ulama itu menyembah?"

Post a Comment