image : http://www.bonders.org/ |
Banyak
kita lihat ada orang yang diangkat sebagai pemimpin tapi tidak memiliki jiwa
kepemimpinan, ia berlaku semena-mena, tidak amanah, bahkan berlaku dzalim
terhadap rakyatnya. Hal ini dikarenakan karena masyarakat belum memahami betul siapakah
yang layak dipilih sebagai pemimpin.
Dari segi fisik
Didalam
kitab al-Ahkam sulthoniyyah yang dikarang oleh Imam Mawardi pada fasal الشروط المعتبرة في أهل الإمامة beliau menyebutkan ada 7 syarat, dan diantara yang 7 tersebut
yaitu sehatnya inderawi seperti telinga, mata, mulut, yang dengan itu dia bisa
langsung menangani permasalahan yang telah diketahuinya kemudian sehat organ
tubuh dari cacat yang bisa menghalanginya bertindak secara sempurna dan cepat.
Mengapa mesti dilihat dari segi fisik ? ya,
jawabannya sebab manusia itu kan banyak dan segala apa yang mereka alami dan
derita pemimpin harus cepat merespon dan bertindak, bagaimana pemimpin mau merasakan
dan mengerti rakyat jika ia saja tidak mengetahui rakyatnya. Coba perhatikan saja
sejak kekhalifahan Abu bakr, Umar, Utsman, Ali, Hasan, Umar bin Abdul Aziz
Radhiallahu’anhum kesemuanya dalam kondisi fisik yang sehat dan normal. Bahkan
dalam fiqih-fiqih klasik dijelaskan bahwa orang yang cadel tidak boleh mengimami
orang yang tidak cadel.
Dari segi kecakapan
Hal
yang sangat mesti dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sifat-sifat Rasul yang
empat :
1. siddiq
(jujur)
2. amanah
(terpercaya)
3. tabligh
(komunikatif
4. Fathonah
(cerdas)
Apabila
4 sifat ini dimiliki oleh seorang pemimpin maka ia akan menjadi pemimpin yang
sukses dan dicintai.
Siddiq
adalah kejujuran, artinya seorang pemimpin harus bisa merealisasikan apa yang
dikatakannya dalam bentuk perbuatan nyata, bukan sekedar omong kosong atau basa-basi.
Orang awam biasanya mengartikan jujur itu hanya dalam perkataan, akan tetapi
didalam Ihya al-Ghazali Imam al-Ghazali membagi jujur menjadi 6 :
a. Jujur dalam niat (niatnya benar)
b. Jujur dalam ‘azam (keinginan)
c. Jujur dalam memenuhi janji
d. Jujur dalam beramal dan berbuat (bukan asal-asalan)
e. Jujur dalam merealisasikan semua
ilmu-ilmu agama.
f. Jujur dalam Iradah (kehendak)
kejujuran
merupakan syarat utama didalam kepemimpinan, sebab kepercayaan yang diberikan
oleh masyarakat harus dijaga baik-baik dengan kejujuran. seorang pemimpin
hendaknya tidak berlaku asal-asalan, tidak sembrono, serta melaksanakannya
dibawah aturan agama sebab jika ia asal-asalan lagi sembrono maka hilangkan
kepercayaan masyarakat dan hancurlah masyarakat tersebut.
Nabi
SAW merupakan contoh tauladan didalam kepemimpinan, sebab beliau menjalaninya
dengan penuh kesungguhan, dan beliau selalu mengerjakan apa yang beliau katakan
dan menjadi prinsipnya. Apabila ia telah menjalankan seluruhnya dengan baik
maka ia pun disebut juga orang yang amanah, karena telah menjaga kepercayaan masyarakat
padanya.
Tabligh, biasanya orang-orang mengartikan
makna tabligh adalah menyampaikan. Memang demikian, jika diterjemahkan secara
harfiyyah. Akan tetapi yang dimaksud disini, seorang pemimpin diharuskan
memiliki kecakapan didalam berkomunikasi dengan masyarakatnya, sebab yang
mereka pimpin bukanlah benda mati yang digerakkan dan dipindahkan sesuai dengan
kemauannya sendiri, akan tetapi pemimpin akan menghadapi masyarakat yang beragam
pola pikirnya dan kecenderungannya, oleh karena itu perlu keahlian khusus untuk
berkomunikas dengan masyarakat majemuk agar terjalinnya hubungan yang
baik antara pemimpin dan rakyat.
Fathonah,
adalah kecerdasan. al-Faqir ingin membedakan antara pintar dan cerdas. Pintar
dibawah cerdas, sebab orang dapat menjadi pintar dengan perantara belajar yang
masanya panjang, akan tetapi orang yang cerdas adalah orang yang mengetahui sesuatu
dalam waktu yang singkat dan dapat menyelesaikan suatu masalah dalam waktu yang
singkat. Sehingga benar jika dikatakan pemimpin harus cerdas, bukan hanya
pintar. Karena seorang pemimpin untuk berfikir cepat dan bertindak cepat dalam segala
macam urusan.
0 Response to "Bagaimana seharusnya seorang pemimpin ?"
Post a Comment