Mazhab Bashrah dalam ilmu nahwu








a.              Latar Belakang Lahirnya Mazhab Basrah.

Basrah adalah sebuah kota yang berada di teluk Arab dan muara sungai yang sangat mudah diakses sebagai pusat perdagangan yang merupakan jalur transportasi laut. Sebutan Basrah bermula dari penaklukan Persia oleh Umar bin Khatab, sehingga Umar bin Khatab menyebutnya dengan nama Basrah. Penyebutan nama Basrah berawal dari Atbah yang mengatakan “aku telah menemukan sebuah wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam yang mempunyai sungai yang bermuara di teluk”. Lalu Umar bin Khatab berkata “ ini adalah tanah Basrah (tanah yang subur) yang sekarang dikenal dengan nama Irak.

Mayoritas penduduk Basrah adalah Muslim suku Badui, ketika negeri Basrah telah bercampur penduduknya antara pribumi  (warga asli Basrah) dengan non pribumi (Ajam) yang hidup layaknya penduduk asli. bahasa yang digunakan secara resmi pada saat itu adalah Bahasa Arab. Namun karena adanya percampuran non pribumi dalam negeri itu yang secara otomatis mengakibatkan adanya kerusakan dalam susunan tata bahasa. Sebagai contoh dalam satu riwayat disebutkan bahwa Abu Aswad Ad-Dhuali sebagai pecinta dan pemerhati bahasa yang tinggal di negeri Basrah pernah menemukan seorang Qari sedang mentilawahkan Al-Quran, ketika itu Qari tersebut membaca kata “rasulih” yang terdapat dalam ayat “inallaha bariiun minalmusyrikiin wa rasuuluhu” dengan berbaris bawah (kasrah) dengan maksud menghtafkannya kepada kata “ al-musrikiin”. Banyak pula ia mendengar kesalahan yang dibaca oleh masyarakat pada waktu itu dalam berbicara, sehingga timbul kekhwatirannya akan rusaknya estetika gramatikal bahasa Arab dari wujud aslinya. Sehingga pada saat itu ia pergi mengadukan hal tersebut kepada Saidina Ali Ra.

Setelah Abu Aswad mengadu kepada Ali, saat itulah muncul ide untuk menyusun kaidah dan dasar ilmu nahwu dan didasar pula atas beberapa faktor yang mendorong terhadap hal itu. Namun faktor terpenting yang menyebabkan lahirnya ilmu nahwu adalah keinginan untuk memelihara Al-Quran dari kesalahan dan perubahan yang bisa menyebabkan kesalahan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.

b.      Pendiri Madrasah Basrah.

Madrasah Basrah dirintis oleh Anbasah, salah seorang yang disebut-sebut oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi, sebagai murid dan sahabat abu Aswad yang paling pintar. Kemudian setelah itu dilanjutkan oleh Maimun al-Qan. Namun Ubaidah mengatakan bahwa Maimun adalah pelanjut setelah Abu Aswad. Kemudian setelahnya barulah Anbasah al-Fil, yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Ishaq al-Qadramiy. Nashr bin ‘Ashim al-Litsy adalah salah seorang ahli qitaat dan balaghah, diantaranya muridnya adalah Abu ‘Amr al-Zuhry mengomentari tentang Nashr, dia merupakan orang yang sungguh dan mahir dalam bahasa Arab. Sedangkan Yahya bin Ya’mar adalah orang yang sangat dikenal dengan ilmu dan kefasihan bahasanya, ia sangat dikenal dengan keilmuannya dan bersikap amanah.

c.        Basrah Sebagai Tempat Lahirnya Ilmu Nahwu.

Faktor-faktor yang mendukung Basrah sebagai tempat lahirnya ilmu nahwu adalah
-          letak geografis
-          konsensus masyarakat
-          suuqul mirbab (pasar tempat penambatan unta)
-          masjid Basrah.

d.         Masa-masa pengembanga ilmu nahwu di basrah.

1.         Masa pertama
masa pertama pembentukan ilmu nahwu di Basrah adalah dua orang tokoh penting yaitu Abu Aswad Ad-dualy dan Abdurrah bin Harmas.

2.         Masa kedua
Pada masa ini terdapat empat orang tokoh sebagai ilmuan nahwu yang mengikuti Abu Aswad ad-Dhualy, diantaranya adalah
-          Yahya bin Ya’mar al-Udwani al-Laisy
-          Maymun al-Aqran
-          ‘Anbasah al-Fiil
-          Nashir ibn ‘Ashim al-Laisy.

3.         Masa ketiga
Pada masa ketiga terdapat tiga tokoh, yaitu:
-          Abdullah bin Ishaq, mengadopsi mazhab abu aswad ad-Dhualy
-          Abu amru bin ‘illa’, mengadopsi pemikiran abu aswad ad-Dhualy.
-          Isa bin Umar as-Syaqafi. Ia mengombinasi dan menggabungkan mazhab abu
Aswad ad-Dhualy dengan ilmuan bahasa Arab lainnya pada periode kedua dan beliau mengarang kitab Jamik dan Ikal yang membahas tentang lafadz dan bacaan Arab.

4.          Masa keempat
Masa keempat merupakan masa yang terpenting dalam pengembangan ilmu nahwu, karena pada masa ini terdapat dua orang tokoh penting dalam pengembangan ilmu nahwu, yaitu
-          Akhfasi al-Akbar, beliau yang membuat teori dan definisi nahwu yang berbeda
dari bahasa lainnya, serta pembatasan antara ilmu nahwu dan sharaf.
-          Khalil Ahmad al-Farahidy, merupakan tokoh yang sangat penting dalam
pengembangan ilmu nahwu sehingga ini merupakan periode keemasan perkembangan ilmu nahwu dan mazhab bahasa Arab.

5.         Masa kelima

Pada masa ini hanya ada satu tokoh yang muncul yaitu Sibawaih, beliau bernama lengkap ‘Amr ibn Utsman ibn Qunbar ( 148-140 H/760-795 M). Beliau sangat terkenal karena mengarang kitab Sibawaehi (al-Kir).

6.         Masa keenam

Pada masa ini tokoh yang sangat terkenal adalah Abu Hasan Said Mus’adah, pemuda bani Mujasyi bin Daarim bin Handhilah bin Zaid Manah bin Tamim. Ia dikenal dengan sebutan Akhfas karena merupakan sahabat dekat Sibawaih.

7.         Masa ketujuh

Masa ini terdapat seorang tokoh nahwu yaitu abu Umar Shalih bin Ishak al-Bajli.

8.         Masa kedelapan

Masa ini merupakan masa terakhir tokoh pada masa ini adalah Abu Abbas Muhammad bin Yazid Abdul Akbar bin Amir bin Salim bin Said bin Abdullah bin Yazid bin Malik bin Hariz bin Amir bin Abdullah bin Bilal bin Auf bin Aslam bin Ahjan bin Ka’ab, ulama memandangnya orang yang berperang dengan sastra, banyak hafalan, penjelasan terarah, serta sistemasis dengan bahasanya yang fasih.



image : youchenkymayeli.blogspot.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mazhab Bashrah dalam ilmu nahwu"

Post a Comment